RADAR SEJARAH - Jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki
membawa perubahan besar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah
satunya upaya Soekarno untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia setelah
berjuang selama 16 tahun.
Tidak mudah mendapatkan kemerdekaan
itu, Soekarno harus beberapa kali keluar masuk penjara akibat kritik
kerasnya terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Namun, kekalahan Jepang
terhadap tentara sekutu membuat mimpi tersebut terbuka lebar.
Meski
Indonesia memasuki hari kebebasannya, tapi tidak bagi Bung Karno.
Dirinya masih terbelenggu sistem dan ideologi yang bakal dipakai negara
baru ini nantinya.
Bung Karno merasa gundah gulana. Bagaimana tidak, saat akan menyampaikan pidatonya di hadapan peserta sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sejumlah tokoh berupaya mempengaruhi pemikirannya.
Sepanjang
siang, Bung Karno terus menerima sejumlah tamu, mulai dari kelompok
Islam, nasionalis sampai pendukung negara kesatuan maupun federal masih
berdatangan. Masing-masing menyampaikan pemikiran mereka agar menjadi
dasar bagi negara yang akan dibentuk.
"Mereka menuntut wilayah
kami mencangkup seluruh bekas jajahan Hindia Belanda membentuk satu
kelompok. Yang lain, yang menuntut wilayah lebih luas lagi atau puas
dengan wilayah yang lebih sempit, membentuk kelompok yang lain. Kelompok
Islam ortodoks mendorong bentuk negara berdasarkan Islam," berdasarkan
'Soekarno: An Autobiography' karya Cindy Adams.
Perbedaan
pendapat itu membuat Bung Karno stress, dia pun hanya membiarkan
perdebatan yang terjadi. Melihat itu pun, Soekarno sempat merasa tidak
yakin Indonesia bakal mencapai kemerdekaannya. Meski saat itu Jepang
menghadiahinya kepada bangsa Indoensia.
Di Pulau Flores, Bung
Karno memanfaatkan kesendiriannya untuk memikirkan ideologi negara. Dia
hanya duduk termenung di bawah sebuah pohon yang berdiri di halaman
rumahnya. Dari lamunannya, terngiang lima prinsip dasar yang akan
namainya menjadi Pantja-Sila.
"Aku tidak mengatakan,
bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali
jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi kami sendiri, dan aku menemukan
lima butir mutiara yang indah."
Meski telah memegang beberapa
prinsip yang akan disampaikan di hadapan peserta sidang, namun Bung
Karno tetap tidak percaya diri. Bahkan, lelaki yang nantinya bakal
menjadi presiden pertama RI ini menangis saat akan menghadapi sidang
BPUPKI pada 1 Juni 1945.
Dalam tangisannya itu, Bung Karno
berdoa, "Aku menangis karena besok aku akan menghadapi saat bersejarah
dalam hidupku. Dan aku memerlukan bantuan-Mu."
Esoknya, tepat
pukul 09.00 WIB, Bung Karno didaulat untuk berpidato dan memberikan ide
soal dasar-dasar bangsa. Setelah sidang dibuka, Soekarno lantas berdiri
di tengah dua pilar, tempat dimana Gubernur Jenderal Hindia Belanda
resmi membuka Volksraad, atau parlemen rakyat.
Di tempat
itulah Bung Karno mengungkapkan lima mutiara yang jadi bahan
pemikirannya. Lima pemikiran yang nantinya akan dinamai Pancasila.
Kelimanya adalah Kebangsaan, Internasionalisme atau Kemanusiaan,
Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
No comments:
Post a Comment